Thursday, September 6, 2018

Sang Kepala Sekolah Fenomenal

Terlihat masih sangat berwibawa (Foto diambil dari akun Facebook anaknya)

Lelaki itu kini telah renta. Usianya tak muda lagi. Tubuhnya pun tak setegap dulu. Saat berjalan dia sudah mengandalkan sebuah tongkat sebab kedua kakinya rapuh tak kuasa lagi menahan beban tubuhnya. Rambutnya semakin tipis, memutih di sebagian besar lingkar kepalanya. Namun yang patut disyukuri dia masih sehat dan pikirannya belum diserang gejala dimensia. Dia masih mengingat semua kenangan di masa muda dengan baik. Ada yang sama, senyumnya masih sama seperti dahulu kami mengenalnya pertama kali meski di balik senyumnya itu, tak ada lagi rahang yang kokoh dan tampang sangar yang dia tunjukkan.


***

Menengok ke belakang persis sekitar 20 tahun yang lalu, terbersit serangkaian kenangan semasa masih bersekolah di SMP Negeri Komodo Labuan Bajo. Sejumlah nama terlintas dalam pikiran. Guru-guru dan juga teman seperjuangan satu persatu hadir menghiasi isi kepala. Tiba-tiba pikiran tertuju kepada satu sosok guru- tepatnya Kepala Sekolah saat itu. Seorang guru yang namanya sangat familiar di telinga para siswa saat itu. Sebuah nama yang menyimpan kesan bahwa dia adalah seorang yang sangat tegas-kalau tidak mau dibilang kejam. Saking kejamnya, begitu namanya disebut, siswa paling bajingan seantero sekolah sekalipun langsung nyalinya menciut, serupa kucing disiram air. Namanya ibarat petir di siang bolong. Dahsyat dan mencekam.

Saat itu, banyak siswa menganggapnya diktator. Sebab hampir setiap hari siswa yang kedapatan berbuat salah akan terkena hukuman darinya. Jangan pernah menganggap hukuman yang diberikan saat itu sama dengan hukuman yang diberikan guru-guru saat ini. Sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat. Hukuman yang diberikan guru saat itu sangat berat bahkan dapat dikatakan sadis. Begitulah dia, sangat memegang teguh prinsip penegakan disiplin di sekolah. Baginya, siapa saja yang melanggar peraturan sekolah yang telah ditentukan akan mendapatkan hukuman darinya, tak peduli laki-laki maupun perempuan. Kalau sudah menjadi tersangka, siswa tidak dapat lagi membela diri. Argumentasi yang disampaikan bisa saja menambah derita. Sanksi akan berlipat ganda. Beragam sanksi akan kita terima. Mula-mula dari yang standar atau biasa-biasa saja seperti disuruh berlutut, dijewer telinga dan dijemur. Meningkat ke level sedang seperti berlutut menghadap matahari, dicambuk menggunakan lidi dan ditendang menggunakan ujung sepatu lancip. Sedangkan sanksi berat dapat berupa ditampar berulang-ulang, dipukul menggunakan tongkat dengan sasaran betis-betis pasrah, disuruh jalan berlutut mengelilingi taman bahkan gedung sekolah yang dipenuhi duri, kerikil tajam bahkan pecahan kaca. Nampak memang sadis kan? Untuk sanksi level berat, kalau momennya ditarik ke kondisi saat ini, pasti sudah banyak orang tua yang akan melaporkan sang guru tersebut ke polisi dan mengeluarkan anaknya dari sekolah tersebut. Komnas Perlindungan Anak dan LSM Pecinta Anak sudah pasti akan turun tangan, mengadvokasi siswa yang menjadi korban sekaligus merekomendasikan sang guru diproses secara hukum.

Namun anehnya, saat itu tidak ada orang tua yang berniat melaporkan perangai guru seperti itu kepada aparat penegak hukum. Sepertinya para orang tua siswa sudah mafhum. Melekat dalam benak mereka bahwa untuk mendidik siswa agar dapat menjadi orang yang berhasil di kemudian hari adalah dengan cara menempanya dengan disiplin yang tinggi. Terkesan para orang tua sudah mengikhlaskan anaknya untuk dihukum apabila bersalah bahkan dengan alasan supaya kelak anaknya tidak manja dan tahan banting, banyak orang tua yang justru senang apabila anaknya dijatuhi hukuman di sekolah.

Kembali ke topik sanksi yang diberikan oleh sang guru tersebut.

Bayangkan, hanya karena ingin mengkultuskan dirinya sebagai guru yang paling kejam di sekolah, tak tanggung-tanggung dia mengoleksi beberapa tongkat dari kayu kukung yang akan digunakan untuk melecut betis-betis siswa yang bandel dan tongkat tersebut disimpan rapi di belakang lemari kerjanya. Ukuran tongkat yang digunakan untuk menghajar kaki-kaki siswa bervariasi, tergantung besar objek pendaratan. Diameternya berbeda-beda. Dari yang berdiameter layaknya gagang sapu sampai yang seukuran tongkat pramuka. Semacam tahanan, siswa-siswa yang bandel disuruh berbaris memanjang. Satu persatu menerima ‘hadiah’ darinya. Diayunkannya tongkat nabi Musa ke betis-betis siswa tidak hanya sekali tapi bertubi-tubi. Di baris terdepan, di tengah ataupun paling belakang, rasa perih dan sakit yang dirasakan sama saja. Kaki-kaki siswa sontak memerah bekas lecutan membentuk banyak garis-garis sama dengan. Wajah korban meringis tapi tak ada yang perlu dikasihani. Mungkin semua menyadari resiko logis masuk ke sebuah sekolah dengan predikat guru yang fenomenal sangat kejam. 

Meski demikian, tak pernah terdengar ada siswa yang sakit hati dan menaruh dendam padanya. Semuanya sepakat berkat didikan tegas dan disiplin seperti itu dapat membuat kita menjadi orang yang kuat dan tak mudah menyerah dengan kesulitan hidup. Sesungguhnya dibalik didikan ala militer yang dia terapkan, memateri di hati dan pikiran kita bahwa dia adalah guru yang sangat bijaksana, yang memegang teguh prinsip “guru tak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tapi juga mentransformasi nilai-nilai sakral kehidupan. Dan itu adalah pelajaran yang sangat berharga. Tanpa menafikkan peran kepala sekolah lainnya, baik sebelum maupun setelah dia menjabat sebagai Kepala Sekolah. SMP Negeri Komodo Labuan Bajo termasuk sekolah favorit yang digandrungi siswa baru saat itu. Reputasi SMP Negeri Komodo mengangkasa sejak dia menjadi komandan tertinggi di sekolah ini. Boleh dikroscek, banyak alumninya yang saat ini telah menjadi orang hebat. Memegang posisi penting di berbagai bidang profesi. Menjadi pemimpin bagi banyak orang.

Sedang duduk di kursi sambiltangan memegang tongkat
{Foto diambil dari akun Facebook anaknya)
Sebagai manusia biasa, dia juga tak bisa mengelak dari waktu yang bergulir. Kini, dia telah semakin ringkih, tak bisa lagi berbuat lebih banyak. Anak-anaknya telah meraih sukses semua. Dia hanya ingin menghabiskan masa tuanya dengan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan sambil menghibur dirinya dengan bermain bersama cucu-cucu tercinta. Semoga selalu diberi kesehatan dan umur panjang, pahlawan tanpa tanda jasa kami.  


Kamar, Labuan Bajo, 5 September 2018






Thursday, August 30, 2018

Juara yang Tertunda

Lomba Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SD, SMP dan SMA tahun 2018 di Padang Provinsi Sumatera Barat resmi ditutup. Satu persatu kontingen dari masing-masing provinsi meninggalkan ranah Minang. Macam-macam perasaan berkecamuk. Ada yang pulang dengan dada ditegakkan karena berhasil menyabet medali. Ada pula yang tetap berjalan dengan kepala tegak meski medali tidak berhasil dibawa pulang. Pun dengan kontingen dari Provinsi NTT yang tetap bangga meski hanya berhasil membawa pulang satu buah medali perunggu yang dipersembahkan oleh peserta OSN tingkat SMA mata pelajaran fisika. Sedangkan peserta lainnya dari Provinsi NTT termasuk Lunar gagal mempersembahkan medali. Sebuah hasil maksimal yang patut diterima dan disyukuri.

***

Lomba OSN digelar selama dua hari berturut-turut. Saat ini saya hanya fokus mengurai jalannya lomba OSN tingkat SD khususnya mata pelajaran Matematika. Hari pertama masing-masing peserta mengerjakan dua type soal yang berbeda isian singkat dan isian disertai langkah-langkah penyelesaian. Sedangkan hari kedua, type soal berbeda lagi yakni eksplorasi. Ketiga type soal ini memiliki persamaan, di antaranya semua soal berbentuk isian tanpa ada satupun berbentuk pilihan ganda, durasi waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal masing-masing 90 menit dan setiap type memiliki soal menggunakan bahasa Inggris. Sampai di sini, kita sudah dapat membayangkan betapa sulitnya soal-soal OSN itu. 

Sebagai orang tua sekaligus guru privat dadakan Lunar di rumah, saya pun mengakui bahwa soal-soal OSN memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Sebagian besar soal yang ditanyakan, bukanlah jenis soal matematika umum sebagaimana yang diajarkan di dalam kelas. Saya bahkan menyangsikan anak SMP bahkan SMA dapat menyelesaikan soal tersebut dengan mudah. Tidak jarang soal yang ditanyakan mirip soal matematika saat seleksi CPNS. Sebagai seorang yang bukan memiliki latar belakang pendidikan matematika, saya harus jujur mengatakan bahwa bobot soal yang ditanyakan sontak membuat saya mengernyitkan dahi. Dari awal sampai akhir tak ada yang mudah. Semuanya memerlukan pisau analisis yang lebih tajam. Tidak mudah untuk dipahami dengan hanya membacanya satu kali. Untuk lebih memahami maksud setiap soal, saya sampai mencoba menelaahnya berulang-ulang. Mengerti maksudnya saja sudah menyita waktu yang banyak apalagi mengerjakannya. Durasi waktu yang disediakan sepertinya tidak seimbang dengan banyaknya soal yang harus dikerjakan seturut tingkat kesulitan yang tiada tara. 

Berdasarkan video yang ditayangkan panitia pada saat malam keakraban pasca lomba, selama lomba berlangsung, sebagian besar tampang peserta tidak menunjukkan wajah ceria. Nampak tegang dan terlihat sedikit stres. Berbagai tingkah lugu mereka dalam menghilangkan kebosanan masing-masing ditunjukkan dengan cara yang berbeda. Seorang anak laki-laki berkaca mata tebal terlihat sedang mengucek-ngucek matanya yang sipit. Seorang lainnya, anak bertubuh agak tambun terlihat sedang menguap lebar. Seorang anak perempuan terlihat sedang asyik meniup-niup poni yang sering menghalangi matanya. Dalam tayangan beberapa kali tertangkap kamera, peserta lomba sedang bertopang dagu sambil menggigit ujung pulpen. Bagaimana dengan Lunar?Ahh..sayang sekali, Lunar hanya tampil di layar pada momen dia bersama teman-temannya berdiri di lapangan sekolah saat menanti lomba dimulai. 

Pasca lomba saya mencoba menanyakan Lunar perasaannya menghadapi soal-soal OSN. Dia terlihat lesu, tak ada senyum mengembang di bibir mungilnya. Saya sangat hapal dengan situasinya seperti ini. Saya merangkul Lunar erat-erat dan berbisik lirih padanya. "Tidak apa-apa, yang penting kamu sudah mencobanya. Benar salah itu urusan nanti".

















Wednesday, August 22, 2018

Reuni itu Kan Kita Jelang

Di salah satu momen kita berkumpul
Dua puluh dua tahun bukan angka sedikit. Apalagi untuk mengukur durasi waktu lamanya kita tak bersua. Lebih dari dua dekade berlalu, saya masih merasakan keharuan itu. Perasaan semacam dicampuradukkan. Belum selesai kita bersorak gembira karena berhasil melewati ujian pamungkas EBTANAS bersama-sama sehingga pada saat membuka amplop kelulusan yang dibagikan guru dan dinyatakan lulus, langsung diperhadapkan pada situasi bahwa sebentar lagi kita akan berpisah. Dekat atau jauh dari pelupuk mata, sementara atau mungkin selamanya. Tak ada yang dapat menebak kapan momen kebersamaan itu akan berulang. Saya hanya dapat menduga bahwa ruang dan waktu tidak akan berpihak kepada kita untuk bertemu kembali secepatnya. Saya menjabat tangan bahkan mendekap tubuh kalian satu persatu. Saya merasakan pegangan dan pelukan kita lebih erat dari biasanya. Seperti sedang mengirim pesan kepada semesta bahwa agar momentum indah itu biarkan tetap terjaga. Bagi saya, walau hanya tiga tahun bersama kalian di SMPN Komodo, keakraban itu telah cukup untuk menciptakan sederet kenangan manis yang mustahil untuk dilupakan. Saya juga dapat memastikan bahwa tidak ada niat saya sama sekali untuk menghapus rangkaian kisah klasik kita di memori kepala saya. Kenangan indah bersama kalian tak pernah ada habisnya. Tak ada buku tebal yang memadai untuk menuliskan sejarah panjang bersama kalian. Sebab masing-masing dari kita mengambil bagian sebagai pelaku sekaligus saksi sejarah yang akan bertutur berdasarkan pengalamannya sendiri. 
 
Di usia kini, Nampak masih gagah dan cantik
Dalam jarak yang terbentang, kerinduan untuk menjalin kembali silaturrahmi semakin menggila. Saya merasa tali persaudaraan yang sempat terputus harus segera kita rajut kembali. Menyusun kembali puzzle-puzzle yang sempat terhambur. Membentuk bangunan komunitas alumni tempat kita pulang bersama. Menumpahkan segala keluh kesahmu. Menyalurkan cerita yang belum usai.
Reuni mini di salah satu restoran sudut kota
Sahabat, saya sudah tidak sabar bernostalgia dengan masa lalu itu. Mendengar langsung kisah perjalanan hidupmu selama ini. Mengulik kembali lembar kenangan saat kita bersama dulu. Saat kita sekolah, dengan segala dinamikanya. Kau masih ingat, seluruh wajah guru dan sahabat kita? Bagaimana kabar mereka sekarang? Firasat saya, mereka juga senantiasa menanyakan hal itu pada dirinya. Olehnya itu, saya mengetuk sanubari kalian. Mari kita ciptakan waktu dan ruang khusus untuk berkumpul kembali. Kita bereuni dengan alasan pernah dilahirkan sama dari rahim SMPN Komodo. Saya sadar waktu dan jarak kalian belum seirama namun kalian perlu menyadari bahwa kebersamaan itu sangat penting adanya. Bukankah kata orang bijak menjalin kembali silaturrahmi dengan cara berkumpul bersama dapat meningkatkan rezeki?

Sahabat bantu saya mewujudkan mimpi itu...

Labuan Bajo, 27 Juli 2018

Wednesday, July 25, 2018

Ketika PNS Rangkap Jabatan Menjadi Pemulung

Libur panjang lebaran usai sudah. Sebagian besar pekerja (pegawai dan karyawan) telah kembali bergelut dengan rutinitas semula. Hadir dengan cerita dan pengalaman libur masing-masing. Ada yang merasa belum puas menikmati liburan meski telah diberi jatah libur hingga 10 hari. Kelompok ini biasanya masih ingin bermalas-malasan di rumah. Mereka sebenarnya terpaksa masuk kantor karena takut diberi sanksi akibat bolos kerja. Sebaliknya ada juga yang memang sangat bersemangat masuk kerja kembali. Tentu jumlah mereka dapat dihitung dengan jari. Pada kesempatan ini, saya hanya mau mengulik sikap ASN (PNS dan Tenaga Kontrak) di Kabupaten Manggarai Barat saat pertama kali mendengar perintah untuk mengumpulkan sampah kantong kresek (SKK).

Tidak seperti ASN di daerah lain, mungkin hanya di Kabupaten Manggarai Barat pesan khusus Bupati kepada para ASN lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat yang sedang berlibur untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya SKK dan dikumpulkan setiap orang minimal 3 kg pada saat pertama kali masuk kantor. SKK ini disinyalir akan diuji coba sebagai bahan campuran aspal untuk membangun jalan dalam kota Labuan Bajo sepanjang 9 KM agar kualitas jalan yang dibangun nantinya bisa lebih tahan lama. Formula SKK yang dibutuhkan adalah sebanyak 4 ton untuk setiap kilo meter jalan yang dibangun. Praktis dibutuhkan sekitar 36 ton SKK untuk mendukung program pembangunan jalan dalam kota yang sumber pembiayaannya berasal dari APBN. Sebuah jumlah yang sungguh sangat tidak sedikit namun tetap perlu segera dipenuhi mengingat Bupati sudah terlanjur menyanggupinya langsung di hadapan Menko Kemaritiman sebagai penyedia anggaran pembangunan. 

Beberapa kali Bupati menegaskan kepada para pimpinan OPD untuk memerintahkan para stafnya mengumpulkan SKK tersebut. Perintah berjenjang yang ketika sampai di telinga bawahan sontak membuat wajah mereka menjadi merengut. Bagaimana tidak, di sela-sela keasyikan menikmati liburan, dimana seharusnya fisik diistirahat sejenak dari aktivitas keseharian dan pikiran sengaja dibiarkan segar kembali setelah saban hari harus memikirkan tanggung jawab pekerjaan di kantor, harus direcoki dengan beban mengumpulkan SKK yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung minimal 3 kg perorang. Memang mengumpulkan SKK tidaklah terlalu berat namun karena momennya dirasa kurang tepat karena libur lebaran seperti ini sangat diidentikan dengan mudik ke kampung halaman atau setidaknya momentum yang tepat untuk mengajak anggota keluarga berlibur ke daerah lain atau sekadar berdarma wisata ke tempat wisata favorit. Pada titik ini wajar kiranya bila memungut sampah kresek dirasa menjadi beban tersendiri. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana cara ASN yang mudik ke daerah masing-masing-katakanlah yang berasal dari Jawa, Bali atau Sulawesi untuk mendapatkan SKK sebanyak yang dipersyaratkan. Tidak mungkin bila SKK tersebut dibawa dari bersamaan dengan oleh-oleh yang dibawa pada saat balik. Padahal biasanya mereka yang mudik baru datang kembali sehari sebelum waktunya masuk kantor. Tidak mungkin bagi mereka untuk memulung SKK sebanyak 3 kg dalam durasi waktu yang sangat singkat tersebut.  Belum lagi nyaris tidak ada lagi SKK yang berserakan di pinggir jalan dan di sekitar permukiman. Semuanya telah diangkut tangan-tangan ASN yang nyambi sebagai pemulung. Tidak putus asa dengan keadaan, mereka berpikir instan untuk membeli kantong kresek baru langsung dari toko atau pedagang di pasar. Dengan mengorbankan selembar uang lima puluh ribuan, mereka telah bisa mendapatkan kantong kresek sebanyak 3 kg yang baru, bersih, tidak bau dan rapih. Seturut senyum mereka merekah sempurna. Ternyata trik ini justru dimulai oleh para ASN yang enggan berjibaku dengan STK, merasa wibawanya jatuh seketika ketika harus memungut SKK dari tempat-tempat sampah. 

Uji coba SKK dijadikan bahan campuran aspal pembuatan jalan perlu dipikirkan kembali ketika proses pengumpulannya hanya melibatkan para ASN. Kebutuhan SKK yang sangat banyak bila disandingkan dengan jumlah seluruh ASN, maka rata-rata ASN bertanggung jawab untuk mengumpulkan SKK sebanyak 10 kg. Seharusnya program kontroversial ini juga melibatkan seluruh masyarakat termasuk anak sekolah. Peran RT juga mesti dioptimalkan. Bagaimana mendorong warganya untuk mengumpulkan STK di masing-masing rumah. Perkara pengangkutan dapat dikomunikasikan. Pelibatan masyarakat setidaknya dengan memberikan sugesti kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan. Miris rasanya kalau sampah produksi mereka menjadi ladang memulung bagi ASN secara keseluruhan. Tugas ASN yang sejatinya bukan bergelut di ranah persampahan, terkesan dituntut untuk membagi tugas dengan para petugas kebersihan. Padahal jumlah petugas kebersihan yang sengaja direkrut daerah untuk menyapu dan mengangkut sampah terlalu asing kalau dikatakan sedikit. Untuk mencapai target jumlah SKK yang dibutuhkan, tidak berlebihan rasanya bila para petugas kebersihan khususnya yang bertugas mengangkut sampah dari TPS menggunakan mobil sampah untuk langsung menyortir STK sebelum seluruhnya dibuang ke TPA untuk dibinasakan.
Sekilas, niat baik untuk mengumpulkan SKK berdampak baik pada upaya menjaga kebersihan dan keindahan kota. Dengan begitu, SKK telah menjadi barang langka yang semakin sulit dijumpai lagi. Seorang kawan aktivis lingkungan hidup mengatakan bahwa dibutuhkan waktu yang cukup lama agar SKK dapat terurai hancur oleh tanah. Kawan pecinta alam ini melanjutkan argumentasinya bahwa tanah yang telah terkontaminasi plastik dan bahan kimia dapat mengganggu kehidupan ekosistem, di darat maupun di laut. Dalam jangka panjang dikhawatirkan juga akan mengancam kehidupan manusia manakala mengkonsumsi hewan-hewan yang tercemar limbah plastik tersebut.
Tekad untuk mengurangi STK dengan alasan untuk menjaga kesimbangan alam dinilai belum efektif mengingat STK merupakan bagian terkecil dari banyaknya sampah plastik yang berhasil diproduksi setiap hari. Aneka sampah plastik mulai yang bertekstur lunak seperti botol minuman kemasan, bungkusan makanan ringan atau bungkusan deterjen bubuk maupun plastik bertekstur relatif keras terlihat masih banyak berserakan di pinggir jalan dan lingkungan pemukiman warga kota Labuan Bajo. Gerakan mengumpulkan STK ini seolah-olah mengabaikan resiko buruk yang sama terhadap jenis sampah plastik lainnya. Tidak jarang, demi mengumpulkan STK, banyak ASN yang justru sengaja membuka dan membuang isi STK yang kebetulan juga berisi sampah lainnya dan membiarkan isinya berserakan begitu saja. Seharusnya seluruh sampah termasuk yang berbahan dasar plastik menjadi target gerakan ini. Apabila skenario semacam ini berjalan dengan baik, bisa dipastikan wajah kota Labuan Bajo akan berseri kembali dan sedap dipandang mata. 

***

Disadari memang kondisi jalan dalam Kota Labuan Bajo sungguh sangat memprihatinkan. Tidak saja sempit namun juga berlubang di sana-sini. Sebuah potret buruk di tengah gencar-gencarnya daerah mempromosikan sektor pariwisata sebagai potensi unggulan dengan binatang komodo sebagai primadona utama. Gayung bersambut. Pemerintah pusat menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu dari sepuluh destinasi tujuan wisata prioritas di Indonesia yang kemudian didukung oleh program dan kegiatan pembangunan infrastruktur vital yang sangat sensitif terhadap minat wisatawan seperti pembangunan jalan, jembatan, dermaga/pelabuhan dan bandara, ruang publik, TPA serta pemenuhan kebutuhan listrik dan air bersih. 

Khusus menjawab kebutuhan daerah terhadap jalan dalam kota Labuan Bajo yang mulus, Pemerintah Pusat telah memprogramkan pembangunan jalan yang berkualitas dengan bahan dasar aspal dicampur STK yang telah dicacah menjadi lembaran-lembaran kecil. Meskipun masih dalam tahap uji coba, kualitas jalan komposisi aspal dan STK yang dihasilkan nanti diyakini lebih tahan lama jika dibandingkan dengan jalan dengan bahan aspal murni. Mendengar argumentasi ini begitu saja tanpa perlu mencernanya lebih jauh, maka sangat wajar jika program pengumpulan STK perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Siapa yang tidak senang jika dibangunkan jalan yang bagus hanya dikompensasi dengan mengumpulkan STK?Kita bisa menebak, semua akan setuju. Namun, fenomena rusaknya jalan aspal dalam kota Labuan Bajo bukan sekadar akibat kontur tanah yang labil sehingga harus menyalahkan alam tetapi apabila ditelaah secara seksama, banyaknya jalan yang rusak akibat pengerjaan yang tidak maksimal dan pengawasan proyek yang kurang dikoordinasikan dengan baik. Beberapa titik kerusakan jalan dalam kota terlihat akibat adanya penumpukan material di badan jalan seperti batu, tanah, pasir dan krikil. Sederet unsur material tersebut terkesan sengaja ditaruh begitu saja oleh kontraktor tanpa ada yang mencoba menegur. Kebanyakan material yang teronggok akan digunakan untuk pembangunan median jalan, trotoar dan drainase milik Pemerintah. Material yang menggunung kemudian dilindas oleh kendaraan yang mondar-mandir. Sudah bisa disimpulkan bagaimana jadinya jalan aspal beradu otot dengan kerikil yang dilindas barang berat. Jalan aspal akan rusak. Mula-mula berlubang, terkikis sedikit demi sedikit, tergerus oleh air hujan dan akhirnya rusak parah. Bahkan tidak jarang pekerja sengaja mencampur adukan semen di badan jalan. Setelah pekerjaan selesai, sisa-sisa campuran semen yang sudah mengering akan ditinggal begitu saja dan tentu beresiko akan merusak kondisi aspal yang sebelumnya sudah bagus.
Usia jalanan beraspal semakin singkat disaat ada pekerjaan galian pipa air dan kabel listrik serta pemasangan atau pemindahan tiang listrik dan telepon. Proyek-proyek galian tanah yang dikerjakan kurang terpadu dan terkoordinasi dengan baik ini memaksa jalanan beraspal dirusak sedemikian rupa dengan cara menggali lubang untuk membenamkan pipa dan kabel terutama pada persimpangan jalan. Pekerjaan rampung, lubang ditutup seadanya. Menyisakan gundukan tanah. Kondisi jalan beraspal tidak dikembalikan seperti sedia kala.
Akibat miskoordinasi seperti ini melahirkan kesan nyata di tengah masyarakat "membangun dengan cara merusak" telah menjadi hal yang biasa.

***

Saat ini, aspal dan STK menjadi kata yang sangat familiar di kalangan ASN di Kabupaten Manggarai Barat. Gerakan untuk mengumpulkan SKK terus digelorakan. Satu persatu SKK terkumpul dan akhirnya membukit. Meski masih jauh dari target 36 ton, setidaknya dalam beberapa hari terakhir para ASN telah sukses banting stir menjadi pemulung dadakan. Sebuah fenomena langka yang dialami ASN daerah ini karena meskipun uji coba penggunaan aspal dan STK dalam membuat jalan ini terbilang sukses, saya menyangsikan daerah lain akan mengikutinya apalagi harus menerjunkan laskar ASN untuk memungut satu-satu STK yang dibuang bebas masyarakat. 

Jejak langkah Lunar menembus Lomba OSN di Padang

Lunar bersama Bpk. Bupati sesaat sebelum berangkat ke Padang
Ternyata usaha itu tidak sia-sia. Tuhan mendengar doa Lunar. Di sepertiga bulan puasa, berita yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Lunar dinyatakan sebagai pemenang lomba Olimpade Sains Provinsi tingkat SD untuk Mata Pelajaran Matematika mengalahkan wakil-wakil sekolah dari kabupaten lainnya se-Provinsi NTT sekaligus menasbihkan dirinya sebagai salah satu dari dua orang peserta yang akan mewakili Provinsi NTT mengikuti lomba OSN di Padang Provinsi Sumatera Barat.
Lunar bersama teman-teman sesama kontingen dari Provinsi NTT
Pasca dirinya ditetapkan sebagai peserta OSN melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  Lunar diliput kebahagiaan tiada tara. Ia berhasil menjungkirbalikkan prediksi saya yang meremehkan dia bakal gagal di tingkat Provinsi NTT. Kesimpulan saya sangat prematur. Hanya berdasar pada kekeliruan dia dalam mengerjakan soal yang relatif mudah pada saat lomba di Kupang, ternyata pada soal lain yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, dia dengan enteng menemukan jawabannya. Sejatinya sayalah yang paling bahagia mendengar berita kalau Lunar berhasil menjuarai OSP di Kupang beberapa waktu lalu. 
 
Foto bersama Bupati, Kadis PKO, Guru dan Ibunda tercinta
Sebelum semuanya larut terbuai euforia kemenangan, saya perlu mengingatkan Lunar untuk tidak lekas berpuas diri. Sebaliknya dia harus kembali mempersiapkan diri. Semakin tekun belajar dan terus bersemangat mematut semua contoh soal-soal OSN matematika yang pernah diperlombakan. Mengurangi waktu bermain bahkan mengorbankan sedikit waktu istirahatnya demi mempelajari kisi-kisi atau prediksi soal olimpiade matematika yang mungkin keluar. Lunar harus menyadari bahwa setelah tiba di level ini tantangan yang dihadapi sangat berat. Selain karena bobot soalnya semakin sulit, saingannya pun tidak boleh dianggap remeh mengingat seluruhnya merupakan para pemenang utusan provinsi masing-masing. 
Lunar mengenakan rompi khas Manggarai Barat
Meskipun demikian, Lunar tidak boleh terlihat apatis. Menganggap para saingannya terlalu digdaya, hebat dan sulit untuk dikalahkan. Saya harus mampu menjaga ritme daya juangnya tetap stabil. Memastikan semangatnya jangan sampai kendor. Tidak boleh kalah sebelum bertarung. Doa dan dukungan sahabat, guru, orang tua, keluarga dan masyarakat Manggarai Barat dan NTT secara luas, setidaknya menjadi spirit bagi Lunar untuk mempersembahkan yang terbaik. 

Mendampingi Lunar sebagai bentuk dukungan langsung kepadanya
Apapun hasil yang diraih di Padang nanti, Lunar harus menerimanya dengan lapang dada. Setidaknya Lunar telah berhasil mewakili Provinsi NTT berlaga di ajang lomba pengetahuan bergengsi: Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SD Tahun 2018 dengan mata pelajaran spesialisasi Matematika. Sekali lagi Lunar telah membuktikan bahwa dengan Matematika dia dapat menginjakkan kaki di tanah Minang, tanah kelahiran para cerdik cendikia negeri ini. Selamat berjuang, Raih medalimu !!!. 
Perjalanan Labuan Bajo-Kupang-Padang, 2 Juli 2018

Thursday, May 10, 2018

Nilam di usia 10 tahun

Di pertama kali kau mengintip dunia
Di tenggelamnya kau memagut asi
Di timang kau terlelap merenda mimpi
Di mulainya kau merangkak lantas mengayun derap kaki
Di tengah kau mengeja satu-satu nama yang mencintai
Di sederhananya pagi kau pergi mengejar asa
Di pendar cahaya bintang kau melafalkan kalam Ilahi
Seolah semuanya barusan terlewati

Alhamdulillah...Dirimu kini telah menjejaki usia 10 tahun.
Selamat ultah buatmu sang gerimis "RINAI LANGIT NILAKANDI"
Doa kami masih sama seperti tahun-tahun lalu..Amiinn..

Monday, March 19, 2018

Ketika Lunar Menjuarai Olimpiade Matematika tingkat Kabupaten


Tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Dari nomor baru yang tidak saya kenal. Pikiran saya sontak mengarah ke Lunar-anak sulung saya. Hari ini dia tengah serius mengikuti Olimpiade Matematika SD tingkat Kabupaten. Saya menduga Lunar sengaja meminjam HP milik gurunya untuk memberitahukan saya agar segera menjemputnya di sekolah atau mengabarkan hasil lombanya kepada saya dan ibunya. Dugaan saya tidak keliru, Lunar nekat meminjam HP Kepala Sekolahnya karena tidak sabar ingin segera menginformasikan kepada kami bahwa dia telah berhasil keluar sebagai pemenang Lomba Olimpiade Matematika SD tingkat Kabupaten Manggarai Barat, menyingkirkan peserta lainnya dengan status masing-masing sebagai pemenang lomba tingkat kecamatan. Berita baik ini dalam sekejap memenuhi antero rumah. 

Foto: Lunar menerima Piala Juara I Olimpiade
Mobil hitam metalik milik Kepala SDN Labuan Bajo II yang mengantar Lunar menepi di sisi kiri jalan persis di depan gerbang gang menuju rumah. Lunar turun dengan senyum tersungging sambil memegang sebuah piala besar. Piala yang mengkultuskan dirinya sebagai pemenang lomba Olimpiade Matematika SD tingkat Kabupaten Manggarai Barat. Sebentuk penghargaan yang pantas diberikan atas sederet kerja keras yang telah dilakoni Lunar selama ini. Bagaimana tidak, belakangan ini nyaris tidak ada waktu luangnya yang digunakan untuk bersantai. Sepulang sekolah dia hanya beristirahat sebentar karena sore harinya dia sudah ditunggu oleh guru pembimbing di sekolah. Berkutat dengan rumus matematika yang rumit hingga menjelang malam. Otaknya tidak berhenti berpikir sampai di situ. Selepas makan malam, dia kembali harus mematut satu-satu buku kisi-kisi soal olimpiade. Kali ini saya sendiri yang menjadi mentornya. Mentor dengan tampang sangar yang berlaku sok hebat padahal selalu mengandalkan youtube manakala menemui soal-soal yang super sulit.




Foto: Lunar Juara I Olimpiade Matematika Tk. Kabupaten
Harus diakui soal-soal dalam lomba olimpiade (baca: matematika) memiliki tingkat kesulitan yang relatif tinggi dari sekedar lomba mata pelajaran biasa. Sebagian besar soal-soal yang diuji belum pernah diajarkan oleh guru di dalam kelas. Tidak jarang soal-soalnya adalah pelajaran matematika tingkat SMP. Bisa dibayangkan otak anak kelas V SD dituntut untuk menyelesaikan soal yang sejatinya anak SMP saja kesulitan dalam mengerjakannya. Belum lagi komposisi soal yang diuji seluruhnya berisi uraian, bukan pilihan ganda. Memang pada saat seleksi tingkat sekolah, gugus dan tingkat kecamatan, setengah soal yang diuji masih dijumpai pertanyaan disertai jawaban alternatif. Setelah tingkat kabupaten, seluruhnya mutlak uraian yang jawabannya pun perlu disertai proses bagaimana menemukan jawaban yang benar tersebut. Sungguh sebuah tantangan yang berat dijalani. Pada titik ini, saya tidak segan mengacungkan dua jempol buat peserta yang bisa menjawab setiap soal dengan benar. 

Melihat betapa sulitnya soal-soal olimpiade matematika SD, Lunar harus memiliki persiapan yang matang. Dia perlu melatih lagi kemampuan menghitung cepat, mengasah kembali pisau analisisnya menghadapi beragam jenis pertanyaan. Lunar merasa tertantang dan termotivasi untuk terus belajar. Terlihat dia sering mengutak-atik soal sendirian, mencorat-coret di banyak kertas untuk memecahkan soal yang ada, membuka buku pelajaran sekedar memastikan rumus yang dipakai sudah tepat. Sebuah pendekatan yang saya kira sangat bijak. Lunar merasa mustahil ikut berperang di medan laga tanpa dibekali keahlian mumpuni. Setidaknya dia mesti mengenal siapa sang musuh sebenarnya. Berbekal semangat dan tekad yang keras, sebagai orang tua saya harus mampu mendampingi dan membimbingnya dalam belajar. Saya harus mampu membaca momentum di kala semangatnya tengah membuncah, saya memberinya materi yang sulit dan pelik untuk dibahas dan saat dia mulai kelihatan lelah, saya hanya membahas materi yang relatif mudah dan tidak lupa memberinya waktu untuk sekedar refreshing. Bagaimanapun juga otaknya tidak boleh terlalu dipaksakan. 

Di tahun ini, tepatnya di semester I sekolah, Lunar juga pernah menjuarai lomba mata pelajaran matematika SD tingkat kabupaten. Sayang lomba ini memang hanya sampai tingkat kabupaten. Untuk itu dia berambisi agar gelaran lomba olimpiade matematika kali ini, dia bisa lolos sampai tingkat provinsi di Kupang. Mewakili sekolah sekaligus daerahnya berlomba dalam ajang olimpiade matematika di tingkat provinsi itu merupakan prestasi tersendiri. Baginya menang dan kalah di sana urusan kedua, setidaknya hanya dengan matematika dia dapat mengobati rasa penasarannya menginjakkan kaki di ibukota Provinsi NTT. Selama ini Kota Kupang hanya didengar lewat cerita heroik Rais -adik Lunar- dimana dalam satu kesempatan saya pernah mengajak Rais ke kota yang terkenal dengan cendana tersebut.

Foto; Lunar Juara Lomba Mata Pelajaran Matematika Tk. Kabupaten
Berkat kerja keras dan ketekunan yang luar biasa serta sejumput doa yang terus terpanjat, secara bertahap Lunar mampu menjuarai lomba olimpiade matematika SD dari tingkat sekolah, tingkat gugus, tingkat kecamatan bahkan tingkat kabupaten. Kali ini dia benar-benar menjadi utusan Kabupaten Manggarai Barat untuk berlomba di tingkat Provinsi NTT. Target Lunar bergeser, dia ingin kembali berjaya di Kupang sehingga bisa lolos ke tingkat nasional. Sebuah impian yang perlu diwujudkan dengan usaha, kerja keras dan doa yang beribu kali lipat dari sebelumnya. Sebagai orang tua, saya siap mewujudkan mimpinya itu. Yakinilah hasil tak pernah mengkhianati proses.


Labuan Bajo, 15 Maret 2018