Thursday, August 30, 2018

Juara yang Tertunda

Lomba Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SD, SMP dan SMA tahun 2018 di Padang Provinsi Sumatera Barat resmi ditutup. Satu persatu kontingen dari masing-masing provinsi meninggalkan ranah Minang. Macam-macam perasaan berkecamuk. Ada yang pulang dengan dada ditegakkan karena berhasil menyabet medali. Ada pula yang tetap berjalan dengan kepala tegak meski medali tidak berhasil dibawa pulang. Pun dengan kontingen dari Provinsi NTT yang tetap bangga meski hanya berhasil membawa pulang satu buah medali perunggu yang dipersembahkan oleh peserta OSN tingkat SMA mata pelajaran fisika. Sedangkan peserta lainnya dari Provinsi NTT termasuk Lunar gagal mempersembahkan medali. Sebuah hasil maksimal yang patut diterima dan disyukuri.

***

Lomba OSN digelar selama dua hari berturut-turut. Saat ini saya hanya fokus mengurai jalannya lomba OSN tingkat SD khususnya mata pelajaran Matematika. Hari pertama masing-masing peserta mengerjakan dua type soal yang berbeda isian singkat dan isian disertai langkah-langkah penyelesaian. Sedangkan hari kedua, type soal berbeda lagi yakni eksplorasi. Ketiga type soal ini memiliki persamaan, di antaranya semua soal berbentuk isian tanpa ada satupun berbentuk pilihan ganda, durasi waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal masing-masing 90 menit dan setiap type memiliki soal menggunakan bahasa Inggris. Sampai di sini, kita sudah dapat membayangkan betapa sulitnya soal-soal OSN itu. 

Sebagai orang tua sekaligus guru privat dadakan Lunar di rumah, saya pun mengakui bahwa soal-soal OSN memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Sebagian besar soal yang ditanyakan, bukanlah jenis soal matematika umum sebagaimana yang diajarkan di dalam kelas. Saya bahkan menyangsikan anak SMP bahkan SMA dapat menyelesaikan soal tersebut dengan mudah. Tidak jarang soal yang ditanyakan mirip soal matematika saat seleksi CPNS. Sebagai seorang yang bukan memiliki latar belakang pendidikan matematika, saya harus jujur mengatakan bahwa bobot soal yang ditanyakan sontak membuat saya mengernyitkan dahi. Dari awal sampai akhir tak ada yang mudah. Semuanya memerlukan pisau analisis yang lebih tajam. Tidak mudah untuk dipahami dengan hanya membacanya satu kali. Untuk lebih memahami maksud setiap soal, saya sampai mencoba menelaahnya berulang-ulang. Mengerti maksudnya saja sudah menyita waktu yang banyak apalagi mengerjakannya. Durasi waktu yang disediakan sepertinya tidak seimbang dengan banyaknya soal yang harus dikerjakan seturut tingkat kesulitan yang tiada tara. 

Berdasarkan video yang ditayangkan panitia pada saat malam keakraban pasca lomba, selama lomba berlangsung, sebagian besar tampang peserta tidak menunjukkan wajah ceria. Nampak tegang dan terlihat sedikit stres. Berbagai tingkah lugu mereka dalam menghilangkan kebosanan masing-masing ditunjukkan dengan cara yang berbeda. Seorang anak laki-laki berkaca mata tebal terlihat sedang mengucek-ngucek matanya yang sipit. Seorang lainnya, anak bertubuh agak tambun terlihat sedang menguap lebar. Seorang anak perempuan terlihat sedang asyik meniup-niup poni yang sering menghalangi matanya. Dalam tayangan beberapa kali tertangkap kamera, peserta lomba sedang bertopang dagu sambil menggigit ujung pulpen. Bagaimana dengan Lunar?Ahh..sayang sekali, Lunar hanya tampil di layar pada momen dia bersama teman-temannya berdiri di lapangan sekolah saat menanti lomba dimulai. 

Pasca lomba saya mencoba menanyakan Lunar perasaannya menghadapi soal-soal OSN. Dia terlihat lesu, tak ada senyum mengembang di bibir mungilnya. Saya sangat hapal dengan situasinya seperti ini. Saya merangkul Lunar erat-erat dan berbisik lirih padanya. "Tidak apa-apa, yang penting kamu sudah mencobanya. Benar salah itu urusan nanti".

















Wednesday, August 22, 2018

Reuni itu Kan Kita Jelang

Di salah satu momen kita berkumpul
Dua puluh dua tahun bukan angka sedikit. Apalagi untuk mengukur durasi waktu lamanya kita tak bersua. Lebih dari dua dekade berlalu, saya masih merasakan keharuan itu. Perasaan semacam dicampuradukkan. Belum selesai kita bersorak gembira karena berhasil melewati ujian pamungkas EBTANAS bersama-sama sehingga pada saat membuka amplop kelulusan yang dibagikan guru dan dinyatakan lulus, langsung diperhadapkan pada situasi bahwa sebentar lagi kita akan berpisah. Dekat atau jauh dari pelupuk mata, sementara atau mungkin selamanya. Tak ada yang dapat menebak kapan momen kebersamaan itu akan berulang. Saya hanya dapat menduga bahwa ruang dan waktu tidak akan berpihak kepada kita untuk bertemu kembali secepatnya. Saya menjabat tangan bahkan mendekap tubuh kalian satu persatu. Saya merasakan pegangan dan pelukan kita lebih erat dari biasanya. Seperti sedang mengirim pesan kepada semesta bahwa agar momentum indah itu biarkan tetap terjaga. Bagi saya, walau hanya tiga tahun bersama kalian di SMPN Komodo, keakraban itu telah cukup untuk menciptakan sederet kenangan manis yang mustahil untuk dilupakan. Saya juga dapat memastikan bahwa tidak ada niat saya sama sekali untuk menghapus rangkaian kisah klasik kita di memori kepala saya. Kenangan indah bersama kalian tak pernah ada habisnya. Tak ada buku tebal yang memadai untuk menuliskan sejarah panjang bersama kalian. Sebab masing-masing dari kita mengambil bagian sebagai pelaku sekaligus saksi sejarah yang akan bertutur berdasarkan pengalamannya sendiri. 
 
Di usia kini, Nampak masih gagah dan cantik
Dalam jarak yang terbentang, kerinduan untuk menjalin kembali silaturrahmi semakin menggila. Saya merasa tali persaudaraan yang sempat terputus harus segera kita rajut kembali. Menyusun kembali puzzle-puzzle yang sempat terhambur. Membentuk bangunan komunitas alumni tempat kita pulang bersama. Menumpahkan segala keluh kesahmu. Menyalurkan cerita yang belum usai.
Reuni mini di salah satu restoran sudut kota
Sahabat, saya sudah tidak sabar bernostalgia dengan masa lalu itu. Mendengar langsung kisah perjalanan hidupmu selama ini. Mengulik kembali lembar kenangan saat kita bersama dulu. Saat kita sekolah, dengan segala dinamikanya. Kau masih ingat, seluruh wajah guru dan sahabat kita? Bagaimana kabar mereka sekarang? Firasat saya, mereka juga senantiasa menanyakan hal itu pada dirinya. Olehnya itu, saya mengetuk sanubari kalian. Mari kita ciptakan waktu dan ruang khusus untuk berkumpul kembali. Kita bereuni dengan alasan pernah dilahirkan sama dari rahim SMPN Komodo. Saya sadar waktu dan jarak kalian belum seirama namun kalian perlu menyadari bahwa kebersamaan itu sangat penting adanya. Bukankah kata orang bijak menjalin kembali silaturrahmi dengan cara berkumpul bersama dapat meningkatkan rezeki?

Sahabat bantu saya mewujudkan mimpi itu...

Labuan Bajo, 27 Juli 2018