Thursday, September 6, 2018

Sang Kepala Sekolah Fenomenal

Terlihat masih sangat berwibawa (Foto diambil dari akun Facebook anaknya)

Lelaki itu kini telah renta. Usianya tak muda lagi. Tubuhnya pun tak setegap dulu. Saat berjalan dia sudah mengandalkan sebuah tongkat sebab kedua kakinya rapuh tak kuasa lagi menahan beban tubuhnya. Rambutnya semakin tipis, memutih di sebagian besar lingkar kepalanya. Namun yang patut disyukuri dia masih sehat dan pikirannya belum diserang gejala dimensia. Dia masih mengingat semua kenangan di masa muda dengan baik. Ada yang sama, senyumnya masih sama seperti dahulu kami mengenalnya pertama kali meski di balik senyumnya itu, tak ada lagi rahang yang kokoh dan tampang sangar yang dia tunjukkan.


***

Menengok ke belakang persis sekitar 20 tahun yang lalu, terbersit serangkaian kenangan semasa masih bersekolah di SMP Negeri Komodo Labuan Bajo. Sejumlah nama terlintas dalam pikiran. Guru-guru dan juga teman seperjuangan satu persatu hadir menghiasi isi kepala. Tiba-tiba pikiran tertuju kepada satu sosok guru- tepatnya Kepala Sekolah saat itu. Seorang guru yang namanya sangat familiar di telinga para siswa saat itu. Sebuah nama yang menyimpan kesan bahwa dia adalah seorang yang sangat tegas-kalau tidak mau dibilang kejam. Saking kejamnya, begitu namanya disebut, siswa paling bajingan seantero sekolah sekalipun langsung nyalinya menciut, serupa kucing disiram air. Namanya ibarat petir di siang bolong. Dahsyat dan mencekam.

Saat itu, banyak siswa menganggapnya diktator. Sebab hampir setiap hari siswa yang kedapatan berbuat salah akan terkena hukuman darinya. Jangan pernah menganggap hukuman yang diberikan saat itu sama dengan hukuman yang diberikan guru-guru saat ini. Sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat. Hukuman yang diberikan guru saat itu sangat berat bahkan dapat dikatakan sadis. Begitulah dia, sangat memegang teguh prinsip penegakan disiplin di sekolah. Baginya, siapa saja yang melanggar peraturan sekolah yang telah ditentukan akan mendapatkan hukuman darinya, tak peduli laki-laki maupun perempuan. Kalau sudah menjadi tersangka, siswa tidak dapat lagi membela diri. Argumentasi yang disampaikan bisa saja menambah derita. Sanksi akan berlipat ganda. Beragam sanksi akan kita terima. Mula-mula dari yang standar atau biasa-biasa saja seperti disuruh berlutut, dijewer telinga dan dijemur. Meningkat ke level sedang seperti berlutut menghadap matahari, dicambuk menggunakan lidi dan ditendang menggunakan ujung sepatu lancip. Sedangkan sanksi berat dapat berupa ditampar berulang-ulang, dipukul menggunakan tongkat dengan sasaran betis-betis pasrah, disuruh jalan berlutut mengelilingi taman bahkan gedung sekolah yang dipenuhi duri, kerikil tajam bahkan pecahan kaca. Nampak memang sadis kan? Untuk sanksi level berat, kalau momennya ditarik ke kondisi saat ini, pasti sudah banyak orang tua yang akan melaporkan sang guru tersebut ke polisi dan mengeluarkan anaknya dari sekolah tersebut. Komnas Perlindungan Anak dan LSM Pecinta Anak sudah pasti akan turun tangan, mengadvokasi siswa yang menjadi korban sekaligus merekomendasikan sang guru diproses secara hukum.

Namun anehnya, saat itu tidak ada orang tua yang berniat melaporkan perangai guru seperti itu kepada aparat penegak hukum. Sepertinya para orang tua siswa sudah mafhum. Melekat dalam benak mereka bahwa untuk mendidik siswa agar dapat menjadi orang yang berhasil di kemudian hari adalah dengan cara menempanya dengan disiplin yang tinggi. Terkesan para orang tua sudah mengikhlaskan anaknya untuk dihukum apabila bersalah bahkan dengan alasan supaya kelak anaknya tidak manja dan tahan banting, banyak orang tua yang justru senang apabila anaknya dijatuhi hukuman di sekolah.

Kembali ke topik sanksi yang diberikan oleh sang guru tersebut.

Bayangkan, hanya karena ingin mengkultuskan dirinya sebagai guru yang paling kejam di sekolah, tak tanggung-tanggung dia mengoleksi beberapa tongkat dari kayu kukung yang akan digunakan untuk melecut betis-betis siswa yang bandel dan tongkat tersebut disimpan rapi di belakang lemari kerjanya. Ukuran tongkat yang digunakan untuk menghajar kaki-kaki siswa bervariasi, tergantung besar objek pendaratan. Diameternya berbeda-beda. Dari yang berdiameter layaknya gagang sapu sampai yang seukuran tongkat pramuka. Semacam tahanan, siswa-siswa yang bandel disuruh berbaris memanjang. Satu persatu menerima ‘hadiah’ darinya. Diayunkannya tongkat nabi Musa ke betis-betis siswa tidak hanya sekali tapi bertubi-tubi. Di baris terdepan, di tengah ataupun paling belakang, rasa perih dan sakit yang dirasakan sama saja. Kaki-kaki siswa sontak memerah bekas lecutan membentuk banyak garis-garis sama dengan. Wajah korban meringis tapi tak ada yang perlu dikasihani. Mungkin semua menyadari resiko logis masuk ke sebuah sekolah dengan predikat guru yang fenomenal sangat kejam. 

Meski demikian, tak pernah terdengar ada siswa yang sakit hati dan menaruh dendam padanya. Semuanya sepakat berkat didikan tegas dan disiplin seperti itu dapat membuat kita menjadi orang yang kuat dan tak mudah menyerah dengan kesulitan hidup. Sesungguhnya dibalik didikan ala militer yang dia terapkan, memateri di hati dan pikiran kita bahwa dia adalah guru yang sangat bijaksana, yang memegang teguh prinsip “guru tak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tapi juga mentransformasi nilai-nilai sakral kehidupan. Dan itu adalah pelajaran yang sangat berharga. Tanpa menafikkan peran kepala sekolah lainnya, baik sebelum maupun setelah dia menjabat sebagai Kepala Sekolah. SMP Negeri Komodo Labuan Bajo termasuk sekolah favorit yang digandrungi siswa baru saat itu. Reputasi SMP Negeri Komodo mengangkasa sejak dia menjadi komandan tertinggi di sekolah ini. Boleh dikroscek, banyak alumninya yang saat ini telah menjadi orang hebat. Memegang posisi penting di berbagai bidang profesi. Menjadi pemimpin bagi banyak orang.

Sedang duduk di kursi sambiltangan memegang tongkat
{Foto diambil dari akun Facebook anaknya)
Sebagai manusia biasa, dia juga tak bisa mengelak dari waktu yang bergulir. Kini, dia telah semakin ringkih, tak bisa lagi berbuat lebih banyak. Anak-anaknya telah meraih sukses semua. Dia hanya ingin menghabiskan masa tuanya dengan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan sambil menghibur dirinya dengan bermain bersama cucu-cucu tercinta. Semoga selalu diberi kesehatan dan umur panjang, pahlawan tanpa tanda jasa kami.  


Kamar, Labuan Bajo, 5 September 2018