Wednesday, July 25, 2018

Ketika PNS Rangkap Jabatan Menjadi Pemulung

Libur panjang lebaran usai sudah. Sebagian besar pekerja (pegawai dan karyawan) telah kembali bergelut dengan rutinitas semula. Hadir dengan cerita dan pengalaman libur masing-masing. Ada yang merasa belum puas menikmati liburan meski telah diberi jatah libur hingga 10 hari. Kelompok ini biasanya masih ingin bermalas-malasan di rumah. Mereka sebenarnya terpaksa masuk kantor karena takut diberi sanksi akibat bolos kerja. Sebaliknya ada juga yang memang sangat bersemangat masuk kerja kembali. Tentu jumlah mereka dapat dihitung dengan jari. Pada kesempatan ini, saya hanya mau mengulik sikap ASN (PNS dan Tenaga Kontrak) di Kabupaten Manggarai Barat saat pertama kali mendengar perintah untuk mengumpulkan sampah kantong kresek (SKK).

Tidak seperti ASN di daerah lain, mungkin hanya di Kabupaten Manggarai Barat pesan khusus Bupati kepada para ASN lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat yang sedang berlibur untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya SKK dan dikumpulkan setiap orang minimal 3 kg pada saat pertama kali masuk kantor. SKK ini disinyalir akan diuji coba sebagai bahan campuran aspal untuk membangun jalan dalam kota Labuan Bajo sepanjang 9 KM agar kualitas jalan yang dibangun nantinya bisa lebih tahan lama. Formula SKK yang dibutuhkan adalah sebanyak 4 ton untuk setiap kilo meter jalan yang dibangun. Praktis dibutuhkan sekitar 36 ton SKK untuk mendukung program pembangunan jalan dalam kota yang sumber pembiayaannya berasal dari APBN. Sebuah jumlah yang sungguh sangat tidak sedikit namun tetap perlu segera dipenuhi mengingat Bupati sudah terlanjur menyanggupinya langsung di hadapan Menko Kemaritiman sebagai penyedia anggaran pembangunan. 

Beberapa kali Bupati menegaskan kepada para pimpinan OPD untuk memerintahkan para stafnya mengumpulkan SKK tersebut. Perintah berjenjang yang ketika sampai di telinga bawahan sontak membuat wajah mereka menjadi merengut. Bagaimana tidak, di sela-sela keasyikan menikmati liburan, dimana seharusnya fisik diistirahat sejenak dari aktivitas keseharian dan pikiran sengaja dibiarkan segar kembali setelah saban hari harus memikirkan tanggung jawab pekerjaan di kantor, harus direcoki dengan beban mengumpulkan SKK yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung minimal 3 kg perorang. Memang mengumpulkan SKK tidaklah terlalu berat namun karena momennya dirasa kurang tepat karena libur lebaran seperti ini sangat diidentikan dengan mudik ke kampung halaman atau setidaknya momentum yang tepat untuk mengajak anggota keluarga berlibur ke daerah lain atau sekadar berdarma wisata ke tempat wisata favorit. Pada titik ini wajar kiranya bila memungut sampah kresek dirasa menjadi beban tersendiri. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana cara ASN yang mudik ke daerah masing-masing-katakanlah yang berasal dari Jawa, Bali atau Sulawesi untuk mendapatkan SKK sebanyak yang dipersyaratkan. Tidak mungkin bila SKK tersebut dibawa dari bersamaan dengan oleh-oleh yang dibawa pada saat balik. Padahal biasanya mereka yang mudik baru datang kembali sehari sebelum waktunya masuk kantor. Tidak mungkin bagi mereka untuk memulung SKK sebanyak 3 kg dalam durasi waktu yang sangat singkat tersebut.  Belum lagi nyaris tidak ada lagi SKK yang berserakan di pinggir jalan dan di sekitar permukiman. Semuanya telah diangkut tangan-tangan ASN yang nyambi sebagai pemulung. Tidak putus asa dengan keadaan, mereka berpikir instan untuk membeli kantong kresek baru langsung dari toko atau pedagang di pasar. Dengan mengorbankan selembar uang lima puluh ribuan, mereka telah bisa mendapatkan kantong kresek sebanyak 3 kg yang baru, bersih, tidak bau dan rapih. Seturut senyum mereka merekah sempurna. Ternyata trik ini justru dimulai oleh para ASN yang enggan berjibaku dengan STK, merasa wibawanya jatuh seketika ketika harus memungut SKK dari tempat-tempat sampah. 

Uji coba SKK dijadikan bahan campuran aspal pembuatan jalan perlu dipikirkan kembali ketika proses pengumpulannya hanya melibatkan para ASN. Kebutuhan SKK yang sangat banyak bila disandingkan dengan jumlah seluruh ASN, maka rata-rata ASN bertanggung jawab untuk mengumpulkan SKK sebanyak 10 kg. Seharusnya program kontroversial ini juga melibatkan seluruh masyarakat termasuk anak sekolah. Peran RT juga mesti dioptimalkan. Bagaimana mendorong warganya untuk mengumpulkan STK di masing-masing rumah. Perkara pengangkutan dapat dikomunikasikan. Pelibatan masyarakat setidaknya dengan memberikan sugesti kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan. Miris rasanya kalau sampah produksi mereka menjadi ladang memulung bagi ASN secara keseluruhan. Tugas ASN yang sejatinya bukan bergelut di ranah persampahan, terkesan dituntut untuk membagi tugas dengan para petugas kebersihan. Padahal jumlah petugas kebersihan yang sengaja direkrut daerah untuk menyapu dan mengangkut sampah terlalu asing kalau dikatakan sedikit. Untuk mencapai target jumlah SKK yang dibutuhkan, tidak berlebihan rasanya bila para petugas kebersihan khususnya yang bertugas mengangkut sampah dari TPS menggunakan mobil sampah untuk langsung menyortir STK sebelum seluruhnya dibuang ke TPA untuk dibinasakan.
Sekilas, niat baik untuk mengumpulkan SKK berdampak baik pada upaya menjaga kebersihan dan keindahan kota. Dengan begitu, SKK telah menjadi barang langka yang semakin sulit dijumpai lagi. Seorang kawan aktivis lingkungan hidup mengatakan bahwa dibutuhkan waktu yang cukup lama agar SKK dapat terurai hancur oleh tanah. Kawan pecinta alam ini melanjutkan argumentasinya bahwa tanah yang telah terkontaminasi plastik dan bahan kimia dapat mengganggu kehidupan ekosistem, di darat maupun di laut. Dalam jangka panjang dikhawatirkan juga akan mengancam kehidupan manusia manakala mengkonsumsi hewan-hewan yang tercemar limbah plastik tersebut.
Tekad untuk mengurangi STK dengan alasan untuk menjaga kesimbangan alam dinilai belum efektif mengingat STK merupakan bagian terkecil dari banyaknya sampah plastik yang berhasil diproduksi setiap hari. Aneka sampah plastik mulai yang bertekstur lunak seperti botol minuman kemasan, bungkusan makanan ringan atau bungkusan deterjen bubuk maupun plastik bertekstur relatif keras terlihat masih banyak berserakan di pinggir jalan dan lingkungan pemukiman warga kota Labuan Bajo. Gerakan mengumpulkan STK ini seolah-olah mengabaikan resiko buruk yang sama terhadap jenis sampah plastik lainnya. Tidak jarang, demi mengumpulkan STK, banyak ASN yang justru sengaja membuka dan membuang isi STK yang kebetulan juga berisi sampah lainnya dan membiarkan isinya berserakan begitu saja. Seharusnya seluruh sampah termasuk yang berbahan dasar plastik menjadi target gerakan ini. Apabila skenario semacam ini berjalan dengan baik, bisa dipastikan wajah kota Labuan Bajo akan berseri kembali dan sedap dipandang mata. 

***

Disadari memang kondisi jalan dalam Kota Labuan Bajo sungguh sangat memprihatinkan. Tidak saja sempit namun juga berlubang di sana-sini. Sebuah potret buruk di tengah gencar-gencarnya daerah mempromosikan sektor pariwisata sebagai potensi unggulan dengan binatang komodo sebagai primadona utama. Gayung bersambut. Pemerintah pusat menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu dari sepuluh destinasi tujuan wisata prioritas di Indonesia yang kemudian didukung oleh program dan kegiatan pembangunan infrastruktur vital yang sangat sensitif terhadap minat wisatawan seperti pembangunan jalan, jembatan, dermaga/pelabuhan dan bandara, ruang publik, TPA serta pemenuhan kebutuhan listrik dan air bersih. 

Khusus menjawab kebutuhan daerah terhadap jalan dalam kota Labuan Bajo yang mulus, Pemerintah Pusat telah memprogramkan pembangunan jalan yang berkualitas dengan bahan dasar aspal dicampur STK yang telah dicacah menjadi lembaran-lembaran kecil. Meskipun masih dalam tahap uji coba, kualitas jalan komposisi aspal dan STK yang dihasilkan nanti diyakini lebih tahan lama jika dibandingkan dengan jalan dengan bahan aspal murni. Mendengar argumentasi ini begitu saja tanpa perlu mencernanya lebih jauh, maka sangat wajar jika program pengumpulan STK perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Siapa yang tidak senang jika dibangunkan jalan yang bagus hanya dikompensasi dengan mengumpulkan STK?Kita bisa menebak, semua akan setuju. Namun, fenomena rusaknya jalan aspal dalam kota Labuan Bajo bukan sekadar akibat kontur tanah yang labil sehingga harus menyalahkan alam tetapi apabila ditelaah secara seksama, banyaknya jalan yang rusak akibat pengerjaan yang tidak maksimal dan pengawasan proyek yang kurang dikoordinasikan dengan baik. Beberapa titik kerusakan jalan dalam kota terlihat akibat adanya penumpukan material di badan jalan seperti batu, tanah, pasir dan krikil. Sederet unsur material tersebut terkesan sengaja ditaruh begitu saja oleh kontraktor tanpa ada yang mencoba menegur. Kebanyakan material yang teronggok akan digunakan untuk pembangunan median jalan, trotoar dan drainase milik Pemerintah. Material yang menggunung kemudian dilindas oleh kendaraan yang mondar-mandir. Sudah bisa disimpulkan bagaimana jadinya jalan aspal beradu otot dengan kerikil yang dilindas barang berat. Jalan aspal akan rusak. Mula-mula berlubang, terkikis sedikit demi sedikit, tergerus oleh air hujan dan akhirnya rusak parah. Bahkan tidak jarang pekerja sengaja mencampur adukan semen di badan jalan. Setelah pekerjaan selesai, sisa-sisa campuran semen yang sudah mengering akan ditinggal begitu saja dan tentu beresiko akan merusak kondisi aspal yang sebelumnya sudah bagus.
Usia jalanan beraspal semakin singkat disaat ada pekerjaan galian pipa air dan kabel listrik serta pemasangan atau pemindahan tiang listrik dan telepon. Proyek-proyek galian tanah yang dikerjakan kurang terpadu dan terkoordinasi dengan baik ini memaksa jalanan beraspal dirusak sedemikian rupa dengan cara menggali lubang untuk membenamkan pipa dan kabel terutama pada persimpangan jalan. Pekerjaan rampung, lubang ditutup seadanya. Menyisakan gundukan tanah. Kondisi jalan beraspal tidak dikembalikan seperti sedia kala.
Akibat miskoordinasi seperti ini melahirkan kesan nyata di tengah masyarakat "membangun dengan cara merusak" telah menjadi hal yang biasa.

***

Saat ini, aspal dan STK menjadi kata yang sangat familiar di kalangan ASN di Kabupaten Manggarai Barat. Gerakan untuk mengumpulkan SKK terus digelorakan. Satu persatu SKK terkumpul dan akhirnya membukit. Meski masih jauh dari target 36 ton, setidaknya dalam beberapa hari terakhir para ASN telah sukses banting stir menjadi pemulung dadakan. Sebuah fenomena langka yang dialami ASN daerah ini karena meskipun uji coba penggunaan aspal dan STK dalam membuat jalan ini terbilang sukses, saya menyangsikan daerah lain akan mengikutinya apalagi harus menerjunkan laskar ASN untuk memungut satu-satu STK yang dibuang bebas masyarakat. 

Jejak langkah Lunar menembus Lomba OSN di Padang

Lunar bersama Bpk. Bupati sesaat sebelum berangkat ke Padang
Ternyata usaha itu tidak sia-sia. Tuhan mendengar doa Lunar. Di sepertiga bulan puasa, berita yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Lunar dinyatakan sebagai pemenang lomba Olimpade Sains Provinsi tingkat SD untuk Mata Pelajaran Matematika mengalahkan wakil-wakil sekolah dari kabupaten lainnya se-Provinsi NTT sekaligus menasbihkan dirinya sebagai salah satu dari dua orang peserta yang akan mewakili Provinsi NTT mengikuti lomba OSN di Padang Provinsi Sumatera Barat.
Lunar bersama teman-teman sesama kontingen dari Provinsi NTT
Pasca dirinya ditetapkan sebagai peserta OSN melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  Lunar diliput kebahagiaan tiada tara. Ia berhasil menjungkirbalikkan prediksi saya yang meremehkan dia bakal gagal di tingkat Provinsi NTT. Kesimpulan saya sangat prematur. Hanya berdasar pada kekeliruan dia dalam mengerjakan soal yang relatif mudah pada saat lomba di Kupang, ternyata pada soal lain yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, dia dengan enteng menemukan jawabannya. Sejatinya sayalah yang paling bahagia mendengar berita kalau Lunar berhasil menjuarai OSP di Kupang beberapa waktu lalu. 
 
Foto bersama Bupati, Kadis PKO, Guru dan Ibunda tercinta
Sebelum semuanya larut terbuai euforia kemenangan, saya perlu mengingatkan Lunar untuk tidak lekas berpuas diri. Sebaliknya dia harus kembali mempersiapkan diri. Semakin tekun belajar dan terus bersemangat mematut semua contoh soal-soal OSN matematika yang pernah diperlombakan. Mengurangi waktu bermain bahkan mengorbankan sedikit waktu istirahatnya demi mempelajari kisi-kisi atau prediksi soal olimpiade matematika yang mungkin keluar. Lunar harus menyadari bahwa setelah tiba di level ini tantangan yang dihadapi sangat berat. Selain karena bobot soalnya semakin sulit, saingannya pun tidak boleh dianggap remeh mengingat seluruhnya merupakan para pemenang utusan provinsi masing-masing. 
Lunar mengenakan rompi khas Manggarai Barat
Meskipun demikian, Lunar tidak boleh terlihat apatis. Menganggap para saingannya terlalu digdaya, hebat dan sulit untuk dikalahkan. Saya harus mampu menjaga ritme daya juangnya tetap stabil. Memastikan semangatnya jangan sampai kendor. Tidak boleh kalah sebelum bertarung. Doa dan dukungan sahabat, guru, orang tua, keluarga dan masyarakat Manggarai Barat dan NTT secara luas, setidaknya menjadi spirit bagi Lunar untuk mempersembahkan yang terbaik. 

Mendampingi Lunar sebagai bentuk dukungan langsung kepadanya
Apapun hasil yang diraih di Padang nanti, Lunar harus menerimanya dengan lapang dada. Setidaknya Lunar telah berhasil mewakili Provinsi NTT berlaga di ajang lomba pengetahuan bergengsi: Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SD Tahun 2018 dengan mata pelajaran spesialisasi Matematika. Sekali lagi Lunar telah membuktikan bahwa dengan Matematika dia dapat menginjakkan kaki di tanah Minang, tanah kelahiran para cerdik cendikia negeri ini. Selamat berjuang, Raih medalimu !!!. 
Perjalanan Labuan Bajo-Kupang-Padang, 2 Juli 2018