Thursday, December 28, 2017

Selaksa doa untuk Rais Bumi di Usia yang ke-5 tahun

Tanggal 29 Desember 2017 menjelang. Di tengah orang-orang hiruk-pikuk dengan nuansa tahun baru 2018. Rais Bumi pun bersiap menyambut hari kelahirannya dengan penuh syukur, suka cita dan pengharapan.

***

Saya mulai menyusun tulisan ini ketika jam di sudut kanan ponsel saya menunjukkan waktu pukul 23.04 Wita. Itu berarti kurang dari satu jam lagi roda waktu akan bergulir ke perbatasan malam dan siang. Berbeda dengan malam-malam sebelumnya, biasanya waktu tengah malam seperti ini saya sudah tertidur pulas di tempat tidur. Namun, malam ini saya sengaja melewatkannya dengan kedua mata terus terjaga. Saya ingin melewatkan detik-detik peralihan hari dengan jiwa penuh kesyukuran. Sebab ketika jarum panjang jam lewat sedikit dari jarum pendek yang menunjukkan angka dua belas, di momen itu anak ketiga sekaligus putra pertama saya yang bernama Rais Bumi genap berumur lima tahun.

Sebenarnya saya ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada dia tapi saya tidak mungkin membangunkannya dari buaian mimpi tidurnya. Sebab kalaupun dia bangun, mungkin dia belum terlalu paham maksud doa yang saya panjatkan. Baginya ucapan ulang tahun adalah hadiah yang diberikan kepadanya. Dalam bentuk mainan ataupun ajakan berlibur. Padahal umur yang bertambah merupakan salah satu hadiah paling berharga dari Empunya kehidupan.

Muhammad Rais Bumi begitu nama yang saya dan ibunya pilihkan untuk dia. Nama yang mengandung selaksa doa untuk keberkahan hidupnya kelak. Nama yang harus selalu dijaga kesuciannya sepanjang hayat karena secara sengaja mencatut nama Manusia Pilihan di depan namanya. Identitas yang akan menegaskan kepada semua orang dan seluruh alam semesta apa agamanya dan siapa junjungannya.

Waktu menunjukkan jam 12 kurang empat menit. Dalam hitungan detik umur rais terus bertambah. Tidak terasa usianya kini sudah menginjak angka 5 tahun. Di sunyinya malam, seraya mengucap syukur saya ingin mengetuk pintu langit agar berkenan selalu memberkahi umur Rais Bumi. Senantiasa Melindungi dirinya dalam menapaki keras, berkelok dan terjalnya kehidupan. Semoga Rais Bumi kelak menjadi anak yang sholeh, menjadi qurrota a'yun-penyejuk jiwa- orang tuanya. Menjadi anak yang selalu diliputi keberanian dalam menegakkan panji Islam terus berkibar.

Di penghujung malam, tak ada yang melihat diam-diam saya mengecup kening Rais Bumi yang masih terlelap. Selamat panjang umur sang cahaya mataku.

Di samping Rais, Kamar, 29 Desember 2017

Tuesday, December 26, 2017

Cerita Singkat Sang Calon Pilot




Rais berlonjak kegirangan ketika di suatu sore, saya berencana mengajaknya ke Kupang. Rais tidak tahu kota Kupang itu dimana dan apa yang akan dilakukan di sana. Dalam benaknya ia hanya berfikir bahwa kota Kupang itu letaknya jauh dari kotanya dan untuk sampai ke sana perlu menggunakan pesawat terbang. Saat logikanya terbentur pada kata pesawat terbang, rasa penasaran akan sensasi terbang bersama burung besi itu semakin meluap-luap. Ia sudah tidak sabar untuk segera merasakan bagaimana rasanya terbang di ketinggian seperti superman.

*****

Rais bersama Petugas Bandara Komodo

Sudah lama terpikir dalam benak saya untuk sesekali mengajak anak-anak saya terutama Rais berlibur keluar kota. Bukan bermaksud mengistimewakan Rais seorang, kalau boleh jujur, diantara ke-4 anak saya, Raislah yang saat ini dibilang masih bebas dibawa kemana-mana. Dua anak perempuanku, Lunar dan Nilam saat ini masih harus berkutat dengan tugas sekolah. Sedangkan si bungsu-Nauzan, usianya baru menginjak 15 bulan. Masih terlalu belia untuk diajak bepergian. 

Hari yang dinanti Rais menjelang. Kota tujuan sudah dipilih. Tanggal keberangkatan sudah pula ditetapkan. Tiket pesawatpun sudah di tangan. Sebentar lagi mimpinya menaiki pesawat terbang terobati. Meskipun demikian ia belum cukup percaya kalau saya akan mengajaknya ke Kupang kali ini. Berulang kali ia bertanya ketika deru suara pesawat terbang terdengar jelas di telinganya saat landing dan take off di bandara yang jaraknya hanya dua kelokan dari rumah. 
"Kapan kita berangkat ke Kupang, pa?" Saya hanya menjawab singkat. "Besok nak!"

Tiba hari keberangkatan. Rais nampak sudah siap sedari pagi meskipun jadwal pesawat ke Kupang sore hari. Semua keperluannya selama di kota karang seperti beberapa potong baju dan celana telah semua dimasukkan ke dalam ransel yang saya bawa. Agar ia bisa lebih leluasa bergerak, ia hanya menyampirkan tas mungil bergambar Ultraman di pundak. Isinya berupa sedikit makanan ringan dan susu kemasan. Ia tidak lupa memasukkan IPAD kesayangan dengan dominasi fitur game ke dalam tasnya. 

Rais berpose sejenak di dekat pesawat

Dengan celana panjang dipadukan kaos oblong lengan panjang yang ditutupi jaket berwarna senada serta dengan sepatu sneaker menghias kedua kaki, Ia melangkah mantap dari ruang tunggu menuju apron pesawat. Sekilas penampilan Rais tidak kalah menarik bila dibandingkan dengan penampilan anak-anak artis yang sering muncul di televisi. Dalam hati saya tersenyum geli. Ternyata Rais telah mewarisi ketampanan ayahnya.


Rais tidak sabar menggandeng
tangan saya memasuki pesawat
Rais duduk berdampingan dengan saya di  deretan kursi nomor 6 sebelah kiri. Saya sengaja memilihkan dia posisi duduk dekat jendela. Semula niat saya hanya ingin melihat respon dia ketika berada di ketinggian. Apakah dia termasuk anak acrophobia, seseorang yang cemas atau takut ketika berada di tempat tinggi. Dugaan saya salah. Sebaliknya Rais justru sangat bersemangat melihat pesawat perlahan-lahan lepas landas. Dia sangat takjub melihat rumah, kendaraan, gunung, pohon dan semuanya yang berada di bawah berangsur-angsur semakin mengecil dan nampak tidak terlihat jelas. Rona gembira terpancar jelas di wajahnya saat pesawat sesekali bermanuver di antara awan-awan. Sepertinya sang pilot tahu kalau salah satu penumpangnya ada yang begitu senang dengan penerbangan ini. Senyum Rais mengembang luas saat seorang pramugari iseng menanyakan perasaannya. Saya tahu Rais tak bisa menjawab pertanyaan pramugari dengan detail sebab perasaannya bercampur aduk antara kaget, takjub, senang dan tidak percaya. Kalau saya membaca ekspresinya, perasaan Rais sangat senang dan bahagia. Namun sayang kesenangan dan kebahagiaan itu sulit untuk diungkapkannya dengan kata-kata.


Rais bersama Pramugari
Rais sedang memandang keluar jendela pesawat

Matanya hampir selalu tertuju ke pemandangan di luar pesawat. Ia seperti tak mau kehilangan momentum menikmati setiap detik di udara. IPAD yang dibawanya tak pernah sekalipun disentuh. Pesawat terus terbang melewati Laut Sawu. Itu berarti sebentar lagi pesawat yang ditumpangi Rais akan tiba di Kupang. Waktu tempuh kurang lebih 1 jam di tengah cuaca bulan Desember yang tidak menentu tak mengurangi antusiasme Rais di atas pesawat. Saya sempat memperhatikan dia sedang tertegun. Seperti ada pertanyaan besar menyelinap di kepalanya. 
"Bagaimana bisa benda sebesar ini bisa terbang dan melayang dengan anggun di udara? Siapakah gerangan sosok jenius yang telah menciptakan moda transportasi sehebat ini?" Pertanyaan Rais tetap menjadi misteri di benaknya. Terdengar suara pramugari menginformasikan bahwa dalam waktu dekat pesawat yang kami tumpangi akan mendarat di Bandar Udara El Tari Kupang. Rais kembali mengenakan sabuk pengaman dan memegang erat tumpuan tangan pada kursi miliknya. Ia memejamkan mata sejenak seraya menghembuskan nafasnya pelan. Pesawat yang kami tumpangi mendarat mulus di landasan. "Alhamdulillah" kalimat pujian keluar dari mulut saya dan Rais secara serentak. Welcome to Kupang, Rais Bumi..
Di dalam taksi menuju hotel tempat kami menginap, Rais berbisik lirih di telinga saya. 
"Papa, kalau sudah besar, saya mau jadi pilot !!"
Saya menjawab dengan senyum mengembang namun di hati penuh pengharapan agar kelak Tuhan mendengar doa Sang Calon Pilot..


*****

Rais berdiri di depan Gedung Sasando
Kantor Gubernur NTT di Kupang
Kupang, 14 Desember 2017