Rais berlonjak kegirangan ketika di suatu sore, saya berencana mengajaknya ke Kupang. Rais tidak tahu kota Kupang itu dimana dan apa yang akan dilakukan di sana. Dalam benaknya ia hanya berfikir bahwa kota Kupang itu letaknya jauh dari kotanya dan untuk sampai ke sana perlu menggunakan pesawat terbang. Saat logikanya terbentur pada kata pesawat terbang, rasa penasaran akan sensasi terbang bersama burung besi itu semakin meluap-luap. Ia sudah tidak sabar untuk segera merasakan bagaimana rasanya terbang di ketinggian seperti superman.
*****
|
Rais bersama Petugas Bandara Komodo |
Sudah lama terpikir dalam benak saya untuk sesekali mengajak anak-anak saya terutama Rais berlibur keluar kota. Bukan bermaksud mengistimewakan Rais seorang, kalau boleh jujur, diantara ke-4 anak saya, Raislah yang saat ini dibilang masih bebas dibawa kemana-mana. Dua anak perempuanku, Lunar dan Nilam saat ini masih harus berkutat dengan tugas sekolah. Sedangkan si bungsu-Nauzan, usianya baru menginjak 15 bulan. Masih terlalu belia untuk diajak bepergian.
Hari yang dinanti Rais menjelang. Kota tujuan sudah dipilih. Tanggal keberangkatan sudah pula ditetapkan. Tiket pesawatpun sudah di tangan. Sebentar lagi mimpinya menaiki pesawat terbang terobati. Meskipun demikian ia belum cukup percaya kalau saya akan mengajaknya ke Kupang kali ini. Berulang kali ia bertanya ketika deru suara pesawat terbang terdengar jelas di telinganya saat landing dan take off di bandara yang jaraknya hanya dua kelokan dari rumah.
"Kapan kita berangkat ke Kupang, pa?" Saya hanya menjawab singkat. "Besok nak!"
Tiba hari keberangkatan. Rais nampak sudah siap sedari pagi meskipun jadwal pesawat ke Kupang sore hari. Semua keperluannya selama di kota karang seperti beberapa potong baju dan celana telah semua dimasukkan ke dalam ransel yang saya bawa. Agar ia bisa lebih leluasa bergerak, ia hanya menyampirkan tas mungil bergambar Ultraman di pundak. Isinya berupa sedikit makanan ringan dan susu kemasan. Ia tidak lupa memasukkan IPAD kesayangan dengan dominasi fitur game ke dalam tasnya.
|
Rais berpose sejenak di dekat pesawat |
Dengan celana panjang dipadukan kaos oblong lengan panjang yang ditutupi jaket berwarna senada serta dengan sepatu sneaker menghias kedua kaki, Ia melangkah mantap dari ruang tunggu menuju apron pesawat. Sekilas penampilan Rais tidak kalah menarik bila dibandingkan dengan penampilan anak-anak artis yang sering muncul di televisi. Dalam hati saya tersenyum geli. Ternyata Rais telah mewarisi ketampanan ayahnya.
|
Rais tidak sabar menggandeng tangan saya memasuki pesawat |
Rais duduk berdampingan dengan saya di deretan kursi nomor 6 sebelah kiri. Saya sengaja memilihkan dia posisi duduk dekat jendela. Semula niat saya hanya ingin melihat respon dia ketika berada di ketinggian. Apakah dia termasuk anak acrophobia, seseorang yang cemas atau takut ketika berada di tempat tinggi. Dugaan saya salah. Sebaliknya Rais justru sangat bersemangat melihat pesawat perlahan-lahan lepas landas. Dia sangat takjub melihat rumah, kendaraan, gunung, pohon dan semuanya yang berada di bawah berangsur-angsur semakin mengecil dan nampak tidak terlihat jelas. Rona gembira terpancar jelas di wajahnya saat pesawat sesekali bermanuver di antara awan-awan. Sepertinya sang pilot tahu kalau salah satu penumpangnya ada yang begitu senang dengan penerbangan ini. Senyum Rais mengembang luas saat seorang pramugari iseng menanyakan perasaannya. Saya tahu Rais tak bisa menjawab pertanyaan pramugari dengan detail sebab perasaannya bercampur aduk antara kaget, takjub, senang dan tidak percaya. Kalau saya membaca ekspresinya, perasaan Rais sangat senang dan bahagia. Namun sayang kesenangan dan kebahagiaan itu sulit untuk diungkapkannya dengan kata-kata.
|
Rais bersama Pramugari |
|
Rais sedang memandang keluar jendela pesawat |
Matanya hampir selalu tertuju ke pemandangan di luar pesawat. Ia seperti tak mau kehilangan momentum menikmati setiap detik di udara. IPAD yang dibawanya tak pernah sekalipun disentuh. Pesawat terus terbang melewati Laut Sawu. Itu berarti sebentar lagi pesawat yang ditumpangi Rais akan tiba di Kupang. Waktu tempuh kurang lebih 1 jam di tengah cuaca bulan Desember yang tidak menentu tak mengurangi antusiasme Rais di atas pesawat. Saya sempat memperhatikan dia sedang tertegun. Seperti ada pertanyaan besar menyelinap di kepalanya.
"Bagaimana bisa benda sebesar ini bisa terbang dan melayang dengan anggun di udara? Siapakah gerangan sosok jenius yang telah menciptakan moda transportasi sehebat ini?" Pertanyaan Rais tetap menjadi misteri di benaknya. Terdengar suara pramugari menginformasikan bahwa dalam waktu dekat pesawat yang kami tumpangi akan mendarat di Bandar Udara El Tari Kupang. Rais kembali mengenakan sabuk pengaman dan memegang erat tumpuan tangan pada kursi miliknya. Ia memejamkan mata sejenak seraya menghembuskan nafasnya pelan. Pesawat yang kami tumpangi mendarat mulus di landasan. "Alhamdulillah" kalimat pujian keluar dari mulut saya dan Rais secara serentak. Welcome to Kupang, Rais Bumi..
Di dalam taksi menuju hotel tempat kami menginap, Rais berbisik lirih di telinga saya.
"Papa, kalau sudah besar, saya mau jadi pilot !!"
Saya menjawab dengan senyum mengembang namun di hati penuh pengharapan agar kelak Tuhan mendengar doa Sang Calon Pilot..
*****
|
Rais berdiri di depan Gedung Sasando Kantor Gubernur NTT di Kupang |
Kupang, 14 Desember 2017