Monday, March 19, 2018

Ketika Lunar Menjuarai Olimpiade Matematika tingkat Kabupaten


Tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Dari nomor baru yang tidak saya kenal. Pikiran saya sontak mengarah ke Lunar-anak sulung saya. Hari ini dia tengah serius mengikuti Olimpiade Matematika SD tingkat Kabupaten. Saya menduga Lunar sengaja meminjam HP milik gurunya untuk memberitahukan saya agar segera menjemputnya di sekolah atau mengabarkan hasil lombanya kepada saya dan ibunya. Dugaan saya tidak keliru, Lunar nekat meminjam HP Kepala Sekolahnya karena tidak sabar ingin segera menginformasikan kepada kami bahwa dia telah berhasil keluar sebagai pemenang Lomba Olimpiade Matematika SD tingkat Kabupaten Manggarai Barat, menyingkirkan peserta lainnya dengan status masing-masing sebagai pemenang lomba tingkat kecamatan. Berita baik ini dalam sekejap memenuhi antero rumah. 

Foto: Lunar menerima Piala Juara I Olimpiade
Mobil hitam metalik milik Kepala SDN Labuan Bajo II yang mengantar Lunar menepi di sisi kiri jalan persis di depan gerbang gang menuju rumah. Lunar turun dengan senyum tersungging sambil memegang sebuah piala besar. Piala yang mengkultuskan dirinya sebagai pemenang lomba Olimpiade Matematika SD tingkat Kabupaten Manggarai Barat. Sebentuk penghargaan yang pantas diberikan atas sederet kerja keras yang telah dilakoni Lunar selama ini. Bagaimana tidak, belakangan ini nyaris tidak ada waktu luangnya yang digunakan untuk bersantai. Sepulang sekolah dia hanya beristirahat sebentar karena sore harinya dia sudah ditunggu oleh guru pembimbing di sekolah. Berkutat dengan rumus matematika yang rumit hingga menjelang malam. Otaknya tidak berhenti berpikir sampai di situ. Selepas makan malam, dia kembali harus mematut satu-satu buku kisi-kisi soal olimpiade. Kali ini saya sendiri yang menjadi mentornya. Mentor dengan tampang sangar yang berlaku sok hebat padahal selalu mengandalkan youtube manakala menemui soal-soal yang super sulit.




Foto: Lunar Juara I Olimpiade Matematika Tk. Kabupaten
Harus diakui soal-soal dalam lomba olimpiade (baca: matematika) memiliki tingkat kesulitan yang relatif tinggi dari sekedar lomba mata pelajaran biasa. Sebagian besar soal-soal yang diuji belum pernah diajarkan oleh guru di dalam kelas. Tidak jarang soal-soalnya adalah pelajaran matematika tingkat SMP. Bisa dibayangkan otak anak kelas V SD dituntut untuk menyelesaikan soal yang sejatinya anak SMP saja kesulitan dalam mengerjakannya. Belum lagi komposisi soal yang diuji seluruhnya berisi uraian, bukan pilihan ganda. Memang pada saat seleksi tingkat sekolah, gugus dan tingkat kecamatan, setengah soal yang diuji masih dijumpai pertanyaan disertai jawaban alternatif. Setelah tingkat kabupaten, seluruhnya mutlak uraian yang jawabannya pun perlu disertai proses bagaimana menemukan jawaban yang benar tersebut. Sungguh sebuah tantangan yang berat dijalani. Pada titik ini, saya tidak segan mengacungkan dua jempol buat peserta yang bisa menjawab setiap soal dengan benar. 

Melihat betapa sulitnya soal-soal olimpiade matematika SD, Lunar harus memiliki persiapan yang matang. Dia perlu melatih lagi kemampuan menghitung cepat, mengasah kembali pisau analisisnya menghadapi beragam jenis pertanyaan. Lunar merasa tertantang dan termotivasi untuk terus belajar. Terlihat dia sering mengutak-atik soal sendirian, mencorat-coret di banyak kertas untuk memecahkan soal yang ada, membuka buku pelajaran sekedar memastikan rumus yang dipakai sudah tepat. Sebuah pendekatan yang saya kira sangat bijak. Lunar merasa mustahil ikut berperang di medan laga tanpa dibekali keahlian mumpuni. Setidaknya dia mesti mengenal siapa sang musuh sebenarnya. Berbekal semangat dan tekad yang keras, sebagai orang tua saya harus mampu mendampingi dan membimbingnya dalam belajar. Saya harus mampu membaca momentum di kala semangatnya tengah membuncah, saya memberinya materi yang sulit dan pelik untuk dibahas dan saat dia mulai kelihatan lelah, saya hanya membahas materi yang relatif mudah dan tidak lupa memberinya waktu untuk sekedar refreshing. Bagaimanapun juga otaknya tidak boleh terlalu dipaksakan. 

Di tahun ini, tepatnya di semester I sekolah, Lunar juga pernah menjuarai lomba mata pelajaran matematika SD tingkat kabupaten. Sayang lomba ini memang hanya sampai tingkat kabupaten. Untuk itu dia berambisi agar gelaran lomba olimpiade matematika kali ini, dia bisa lolos sampai tingkat provinsi di Kupang. Mewakili sekolah sekaligus daerahnya berlomba dalam ajang olimpiade matematika di tingkat provinsi itu merupakan prestasi tersendiri. Baginya menang dan kalah di sana urusan kedua, setidaknya hanya dengan matematika dia dapat mengobati rasa penasarannya menginjakkan kaki di ibukota Provinsi NTT. Selama ini Kota Kupang hanya didengar lewat cerita heroik Rais -adik Lunar- dimana dalam satu kesempatan saya pernah mengajak Rais ke kota yang terkenal dengan cendana tersebut.

Foto; Lunar Juara Lomba Mata Pelajaran Matematika Tk. Kabupaten
Berkat kerja keras dan ketekunan yang luar biasa serta sejumput doa yang terus terpanjat, secara bertahap Lunar mampu menjuarai lomba olimpiade matematika SD dari tingkat sekolah, tingkat gugus, tingkat kecamatan bahkan tingkat kabupaten. Kali ini dia benar-benar menjadi utusan Kabupaten Manggarai Barat untuk berlomba di tingkat Provinsi NTT. Target Lunar bergeser, dia ingin kembali berjaya di Kupang sehingga bisa lolos ke tingkat nasional. Sebuah impian yang perlu diwujudkan dengan usaha, kerja keras dan doa yang beribu kali lipat dari sebelumnya. Sebagai orang tua, saya siap mewujudkan mimpinya itu. Yakinilah hasil tak pernah mengkhianati proses.


Labuan Bajo, 15 Maret 2018