Terlihat masih sangat berwibawa (Foto diambil dari akun Facebook anaknya) |
Lelaki itu kini telah renta. Usianya tak muda lagi. Tubuhnya pun tak setegap dulu. Saat berjalan dia sudah mengandalkan sebuah tongkat sebab kedua kakinya rapuh tak kuasa lagi menahan beban tubuhnya. Rambutnya semakin tipis, memutih di sebagian besar lingkar kepalanya. Namun yang patut disyukuri dia masih sehat dan pikirannya belum diserang gejala dimensia. Dia masih mengingat semua kenangan di masa muda dengan baik. Ada yang sama, senyumnya masih sama seperti dahulu kami mengenalnya pertama kali meski di balik senyumnya itu, tak ada lagi rahang yang kokoh dan tampang sangar yang dia tunjukkan.
***
Menengok ke belakang persis
sekitar 20 tahun yang lalu, terbersit serangkaian kenangan semasa masih
bersekolah di SMP Negeri Komodo Labuan Bajo. Sejumlah nama terlintas dalam
pikiran. Guru-guru dan juga teman seperjuangan satu persatu hadir menghiasi isi
kepala. Tiba-tiba pikiran tertuju kepada satu sosok guru- tepatnya Kepala
Sekolah saat itu. Seorang guru yang namanya sangat familiar di telinga para
siswa saat itu. Sebuah nama yang menyimpan kesan bahwa dia adalah seorang yang
sangat tegas-kalau tidak mau dibilang kejam. Saking kejamnya, begitu namanya
disebut, siswa paling bajingan seantero sekolah sekalipun langsung nyalinya
menciut, serupa kucing disiram air. Namanya ibarat petir di siang bolong.
Dahsyat dan mencekam.
Saat itu, banyak siswa
menganggapnya diktator. Sebab hampir setiap hari siswa yang kedapatan berbuat
salah akan terkena hukuman darinya. Jangan pernah menganggap hukuman yang
diberikan saat itu sama dengan hukuman yang diberikan guru-guru saat ini.
Sungguh berbeda seratus delapan puluh derajat. Hukuman yang diberikan guru saat
itu sangat berat bahkan dapat dikatakan sadis. Begitulah dia, sangat memegang
teguh prinsip penegakan disiplin di sekolah. Baginya, siapa saja yang melanggar
peraturan sekolah yang telah ditentukan akan mendapatkan hukuman darinya, tak
peduli laki-laki maupun perempuan. Kalau sudah menjadi tersangka, siswa tidak
dapat lagi membela diri. Argumentasi yang disampaikan bisa saja menambah
derita. Sanksi akan berlipat ganda. Beragam sanksi akan kita terima. Mula-mula
dari yang standar atau biasa-biasa saja seperti disuruh berlutut, dijewer
telinga dan dijemur. Meningkat ke level sedang seperti berlutut menghadap
matahari, dicambuk menggunakan lidi dan ditendang menggunakan ujung sepatu
lancip. Sedangkan sanksi berat dapat berupa ditampar berulang-ulang, dipukul
menggunakan tongkat dengan sasaran betis-betis pasrah, disuruh jalan berlutut
mengelilingi taman bahkan gedung sekolah yang dipenuhi duri, kerikil tajam
bahkan pecahan kaca. Nampak memang sadis kan? Untuk sanksi level berat, kalau
momennya ditarik ke kondisi saat ini, pasti sudah banyak orang tua yang akan
melaporkan sang guru tersebut ke polisi dan mengeluarkan anaknya dari sekolah
tersebut. Komnas Perlindungan Anak dan LSM Pecinta Anak sudah pasti akan turun
tangan, mengadvokasi siswa yang menjadi korban sekaligus merekomendasikan sang
guru diproses secara hukum.
Namun anehnya, saat itu
tidak ada orang tua yang berniat melaporkan perangai guru seperti itu kepada
aparat penegak hukum. Sepertinya para orang tua siswa sudah mafhum. Melekat
dalam benak mereka bahwa untuk mendidik siswa agar dapat menjadi orang yang
berhasil di kemudian hari adalah dengan cara menempanya dengan disiplin yang
tinggi. Terkesan para orang tua sudah mengikhlaskan anaknya untuk dihukum
apabila bersalah bahkan dengan alasan supaya kelak anaknya tidak manja dan
tahan banting, banyak orang tua yang justru senang apabila anaknya dijatuhi
hukuman di sekolah.
Kembali ke topik sanksi yang
diberikan oleh sang guru tersebut.
Bayangkan, hanya karena
ingin mengkultuskan dirinya sebagai guru yang paling kejam di sekolah, tak
tanggung-tanggung dia mengoleksi beberapa tongkat dari kayu kukung yang akan
digunakan untuk melecut betis-betis siswa yang bandel dan tongkat tersebut disimpan
rapi di belakang lemari kerjanya. Ukuran tongkat yang digunakan untuk menghajar
kaki-kaki siswa bervariasi, tergantung besar objek pendaratan. Diameternya
berbeda-beda. Dari yang berdiameter layaknya gagang sapu sampai yang seukuran
tongkat pramuka. Semacam tahanan, siswa-siswa yang bandel disuruh berbaris
memanjang. Satu persatu menerima ‘hadiah’ darinya. Diayunkannya tongkat nabi
Musa ke betis-betis siswa tidak hanya sekali tapi bertubi-tubi. Di baris
terdepan, di tengah ataupun paling belakang, rasa perih dan sakit yang dirasakan
sama saja. Kaki-kaki siswa sontak memerah bekas lecutan membentuk banyak
garis-garis sama dengan. Wajah korban meringis tapi tak ada yang perlu
dikasihani. Mungkin semua menyadari resiko logis masuk ke sebuah sekolah dengan
predikat guru yang fenomenal sangat kejam.
Meski demikian, tak pernah
terdengar ada siswa yang sakit hati dan menaruh dendam padanya. Semuanya
sepakat berkat didikan tegas dan disiplin seperti itu dapat membuat kita
menjadi orang yang kuat dan tak mudah menyerah dengan kesulitan hidup.
Sesungguhnya dibalik didikan ala militer yang dia terapkan, memateri di hati
dan pikiran kita bahwa dia adalah guru yang sangat bijaksana, yang memegang
teguh prinsip “guru tak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tapi juga
mentransformasi nilai-nilai sakral kehidupan. Dan itu adalah pelajaran yang
sangat berharga. Tanpa menafikkan peran kepala sekolah lainnya, baik sebelum
maupun setelah dia menjabat sebagai Kepala Sekolah. SMP Negeri Komodo Labuan
Bajo termasuk sekolah favorit yang digandrungi siswa baru saat itu. Reputasi
SMP Negeri Komodo mengangkasa sejak dia menjadi komandan tertinggi di sekolah
ini. Boleh dikroscek, banyak alumninya yang saat ini telah menjadi orang hebat.
Memegang posisi penting di berbagai bidang profesi. Menjadi pemimpin bagi
banyak orang.
Sedang duduk di kursi sambiltangan memegang tongkat {Foto diambil dari akun Facebook anaknya) |
Sebagai manusia biasa, dia
juga tak bisa mengelak dari waktu yang bergulir. Kini, dia telah semakin
ringkih, tak bisa lagi berbuat lebih banyak. Anak-anaknya telah meraih sukses
semua. Dia hanya ingin menghabiskan masa tuanya dengan semakin mendekatkan diri
kepada Tuhan sambil menghibur dirinya dengan bermain bersama cucu-cucu
tercinta. Semoga selalu diberi kesehatan dan umur panjang, pahlawan tanpa tanda
jasa kami.
Kamar, Labuan Bajo, 5
September 2018
No comments:
Post a Comment